Tanggapan LBH Pers atas Insiden Peliputan di Stasiun Tawang Semarang

Tanggapan LBH Pers atas Insiden Peliputan di Stasiun Tawang Semarang

CELOTEHMUDA.COM — Peristiwa kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini dalam peliputan kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (5/4/2025).

Baca Juga : Dinsos Sulsel Salurkan Bantuan Cepat untuk Korban Kebakaran di Dua Titik di Makassar

Insiden yang melibatkan Ipda Endry Purwa Sefa, anggota tim pengamanan Kapolri, menegaskan masih lemahnya pemahaman aparat terhadap fungsi dan peran pers di lapangan.

Saat peliputan berlangsung, Ipda Endry mendorong sejumlah jurnalis secara kasar dan memukul kepala salah satu jurnalis sambil mengucapkan kalimat intimidatif, “Kalian pers, saya tempeleng satu-satu.” Aksi ini dinilai sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik yang telah dijamin oleh undang-undang.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengingatkan bahwa tindakan semacam ini mencerminkan anomali serius dalam tubuh institusi kepolisian, khususnya dalam memahami peran pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Baca Juga : IRT di Jeneponto Ngaku Janda Saat Suami Merantau, Rumahnya Dibongkar Paksa Warga

“Ini menunjukkan rendahnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap tugas pers dan perlindungannya,” tegas kedua lembaga dalam pernyataan tertulis, Selasa (8/4/2025).

Pasal 8 Undang-Undang Pers seharusnya menjadi pegangan seluruh aparat, yang berkewajiban memberikan perlindungan kepada jurnalis, bukan sebaliknya menjadi pelaku kekerasan.

Kasus Ipda Endry bukanlah insiden tunggal. Dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan terhadap jurnalis oleh aparat kerap terjadi tanpa penyelesaian yang transparan. Di antaranya, kasus pemukulan dan perampasan alat kerja saat peliputan demonstrasi di Jakarta (2019 dan 2020), kekerasan terhadap jurnalis Tempo Nurhadi di Surabaya (2021), dan teror bom molotov ke kantor media Jubi di Papua. Sebagian besar kasus itu tidak berujung pada sanksi tegas terhadap pelaku.

“Model penyelesaian damai tanpa sanksi hanya akan melanggengkan impunitas,” demikian LBH Pers. Menurut mereka, impunitas tersebut memperparah siklus kekerasan karena pelaku merasa tindakannya tidak akan membawa konsekuensi serius.

Baca Juga : Gagal Bawa Uang Panai, Rumah Pria Pelamar di Jeneponto Diserang Keluarga Perempuan

LBH Pers juga menyoroti peran perusahaan pers dalam memberikan perlindungan maksimal kepada jurnalis. Mereka menilai bahwa kesepakatan damai setelah terjadinya intimidasi justru menciptakan preseden buruk dan membuka peluang kekerasan terhadap jurnalis terulang di masa depan.

“Perusahaan pers wajib berpihak pada jurnalis dan memantau kasus ini hingga proses etik dan hukum selesai,” tegas mereka.

Editor : Salman Alfarisi

Peristiwa kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi, kali ini dalam peliputan kegiatan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (5/4/2025).

1 Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *