Rendah di Indeks Toleransi, Tokoh Lintas Agama Makassar Soroti Pentingnya Regulasi Formal

01 Juni 2025 | oleh Celotehmuda.com

Rendah di Indeks Toleransi, Tokoh Lintas Agama Makassar Soroti Pentingnya Regulasi Formal
Bagikan artikel ini:

CELOTEHMUDA.COM – Kota Makassar kembali masuk dalam daftar 10 kota dengan indeks toleransi terendah di Indonesia tahun 2024, versi SETARA Institute. Dalam laporan tahunan itu, Makassar menduduki peringkat ketujuh, sementara Parepare juga di Sulawesi Selatan berada di posisi pertama sebagai kota dengan tingkat toleransi terendah nasional.

Baca Juga : Dorong Kolaborasi HAM, Pemkot Makassar Siap Buka Ruang Kerja Sama Lintas Sektor

Laporan ini memicu sorotan tajam terhadap pemerintah daerah dan komunitas masyarakat sipil, terutama dalam konteks tanggung jawab kolektif terhadap keberagaman dan kerukunan umat beragama.

Bukan Karena Intoleransi Tinggi, Tapi Minimnya Regulasi
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan, dalam pernyataan resminya menjelaskan bahwa rendahnya skor Indeks Kota Toleran (IKT) bukan semata-mata akibat tingginya insiden intoleransi. Sebaliknya, skor ini lebih dipengaruhi oleh minimnya regulasi dan inovasi kebijakan daerah yang secara khusus mempromosikan toleransi di tingkat lokal.

Kota-kota seperti Makassar dan Parepare dinilai belum memiliki kebijakan yang memadai dalam bentuk Peraturan Daerah atau Peraturan Wali Kota yang menegaskan komitmen mereka terhadap pemeliharaan nilai-nilai toleransi.

Baca Juga: Bupati Sidrap Hadir Langsung Dukung Syaqirah di Final Audisi D’Academy 7

Baca Juga: KKSS Gaspol! Resmi Dikukuhkan, Siap Bangun Sekolah & Pangan Nasional

Baca Juga : Pertahankan Disiplin Anggaran, Makassar Kembali Diganjar Opini WTP dari BPK

FKUB: Aktualisasi Toleransi Tak Bisa Dinilai dari Regulasi Saja
Merespons laporan tersebut, Wakil Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Makassar, Darius Allo Tangko dari Keuskupan Agung Makassar menegaskan bahwa rendahnya skor IKT tidak mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya di Kota Daeng.

“Pertemuan dan dialog antarumat beragama secara rutin kami lakukan. Bahkan, kami membentuk ribuan agen moderasi beragama melalui tokoh agama di 15 kecamatan se-Kota Makassar,” ujarnya.

Menurut Darius, kehidupan antarumat di Makassar sangat dinamis dan penuh semangat toleransi. Namun karena belum adanya regulasi formal sebagai payung hukum, indikator penilaian dari SETARA tidak mampu menangkap dinamika tersebut secara utuh.

“Kami telah mengajukan rancangan Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang pemeliharaan toleransi melalui Badan Kesbangpol Kota Makassar,” tambahnya.

Baca Juga : Makassar Gandeng Google, Percepat Transformasi Digital Pendidikan

NU: Toleransi Nyata di Akar Rumput, Bukan Sekadar Angka Indeks
Senada dengan itu, Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama (NU) Kota Makassar, Usman Sofian, menyatakan bahwa solidaritas lintas iman di Makassar sudah terbangun kuat. Komitmen tersebut diwujudkan dalam bentuk dialog lintas agama, kegiatan bersama, hingga buka puasa lintas rumah ibadah saat Ramadhan.

“Selama ini, pemerintah kota menunjukkan komitmen nyata dalam pemeliharaan toleransi melalui dukungan anggaran untuk FKUB dan organisasi keagamaan,” ujarnya.

Usman menekankan bahwa rendahnya skor IKT bukan cerminan adanya peristiwa intoleransi, melainkan kekosongan regulasi formal yang memang menjadi variabel penting dalam sistem penilaian SETARA Institute.

“Kalau payung hukumnya tersedia, kami optimistis skor toleransi Makassar ke depan akan jauh membaik,” tegasnya.

Editor : Salman Alfarisi