CELOTEHMUDA.COM – Ketika Kota Makassar terus dibayangi ancaman banjir musiman, dua lembaga kunci Pemerintah Kota Makassar dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang menyatukan langkah dalam pertemuan strategis, Senin (19/5/2025). Tujuannya: membangun sinergi teknis dan regulatif mengatasi banjir yang bersumber dari sistem sungai yang rumit.
Baca Juga : Makassar Rawan Banjir, Kolaborasi Pemkot dan BBWS Jadi Kunci Pengendalian
Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menyatakan pentingnya menyelaraskan kewenangan masing-masing. Ia mengakui bahwa wilayah Sungai Tallo menjadi titik fokus yang masuk dalam kewenangan Pemkot, namun banyak daerah lainnya masuk wilayah kerja BBWS.

“Fokus Pemkot saat ini adalah pada wilayah Sungai Tallo… Namun, kewenangan kami terbatas dalam penanganan banjir besar yang bersinggungan dengan wilayah kerja Balai Pompengan,” ujar Munafri.
Sementara itu, Kepala BBWS Pompengan Jeneberang, Dr. Suryadarma Hasyim, menegaskan bahwa pengelolaan banjir tidak bisa dilakukan sepotong-sepotong. Harus dilakukan dari hulu hingga hilir secara terpadu. Salah satu proyek strategis BBWS adalah pembangunan Bendungan Bili-lili yang berfungsi sebagai konservasi air, pengendali banjir, sekaligus penyedia air baku PDAM.
Baca Juga : PSU Diambil Alih Pemkot, Makassar Siap Bangun Lingkungan Ramah Anak dan Lansia
Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Banjir besar yang melanda Makassar pada Februari 2019 tidak berasal dari Sungai Jeneberang, melainkan Sungai Jenelata yang saat itu belum memiliki sistem pengendalian banjir.

“Ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan harus menyeluruh, tidak bisa hanya fokus pada satu sungai,” ujarnya.
Wilayah Sungai Pohon yang menjadi tanggung jawab BBWS mencakup 21 kabupaten dan 3 kota. Ini mencakup dua DAS utama di Makassar: Jeneberang dan Tallo, dengan puluhan DAS bagian. Termasuk DAS Celah Batu yang mencakup Bone, dan DAS kecil lain di area urban Makassar.
Baca Juga : Makassar Serius Kelola Aset Daerah, Pannampu Jadi Titik Awal
Menurut Suryadarma, beberapa kolam retensi sudah dibangun dan direncanakan seperti Kolam Regulasi Nipa-nipa, Waduk Tunggu Pampang, serta proyek-proyek lain sebagai sarana penanganan banjir.
Namun, urbanisasi tak terkendali jadi kendala serius. “Kawasan resapan air di Perumnas Antang, misalnya, telah berubah fungsi menjadi kawasan perumahan,” ungkapnya.
Di sinilah perlunya pendekatan lintas sektor dan sinergi institusi. “Tidak semua bisa dibangun hanya oleh BBWS,” tutup Suryadarma. (*)